Inna lillahi wa inna ilaihi roji'un, Musibah yang silih berganti melanda negeri ini tidak membuat penduduk negeri ini sadar, bahwa sebenarnya bencana yang menerjang itu bukan semata mata akibat penomena alam saja akan tetapi itu merupakan azab yang disebabkan perilaku mungkar,maksiat, dan keji dari sebagian penduduk negeri ini yang sudah menganggap kemungkaran,kemaksiatan dan kekejian sebagai hal yang lumrah dan biasa. berikut ini Apsiscom kutip sebuah artikel dari situs Hizbut Tahrir HTI indonesia, yang menggambarkan manusia manusia sombong yang dengan angkuh menganggap kemungkaran,kemaksiatan, dan kekejian sebagai hal yang harus di akui dan disahkan bahkan di biayai oleh negara. berikut tulisannya:
MUNAS PSK (Pekerja Seks Komersial), Peran Negara dan Amar Ma’ruf Nahi Munkar
Oleh: Dra. Rahma Qomariyah, M.Pd.I
(anggota DPP Muslimah HTI dan Ketua Lajnah Tsaqofiyah Muslimah HTI Pusat)
Awal bulan Oktober kita dibuat tercengang dengan digelarnya Mubes PSK (Musyawarah Besar Pekerja Seks Komersial), pada tanggal 2-3 oktober 2009 di Kerawang Jawa Barat. Acara tersebut diikuti 36 PSK perwakilan dari 19 kota/kabupaten, dengan tema ” Penanggulangan HIV/AIDS”. Hasil Mubes antara lain: mereka menilai jaminan fasilitas dari negara untuk menanggulangi HIV/AIDS kurang, karenanya mereka menuntut alokasi dana baik dari anggaran pemerintah pusat maupun daerah harus lebih besar. Acara ini dianggap sebagai bentuk kesadaran dan kepedulian Wanita PSK terhadap penyebaran PMS (penyakit menular seksual) .(Koran Pikiran Rakyat, 5 oktober 2009)
Di perbolehkannya PSK menyelenggarakan MUNAS, mengindikasikan bahwa keberadaan PSK diakui sebagai warga negara yang berprofesi sebagai pekerja seks komersial. Artinya pekerjaan itu sah-sah saja, legal dan formal di negeri ini. Bahkan mereka mulai menuntut diperlakukan sama dengan profesi-profesi yang lain, karena mereka merasa menyumbang pajak yang sangat besar kepada negara.
Disamping itu dengan adanya lokalisasi, jumlah mereka semakin hari semakin bertambah. Adanya lokalisasi dimaksudkan untuk mengisolir mereka sehingga penyakit sosial tersebut tidak menyebar ke masyarakat, dan memudahkan untuk mengadakan penyuluhan kesehatan untuk PMS (Penyakit menular seksual). Juga dimaksudkan untuk memberi kesempatan mereka bertaubat dengan diadakannya pembinaan bagi PSK. Tetapi ini hanya asumsi karena penyakit mereka menular ke para suami yang jajan dan di tularkan ke istrinya. Adapun mereka yang bertaubat, mayoritas sudah tua yang biasanya kalau tidak menjadi mucikari, germo yaa bertaubat.
Karena jumlah mereka semakin banyak serta bisa untuk membentuk jaringan yang sangat luas bahkan internasional, sehingga tidak heran jika mereka semakin berani. Data dari website GP Anshar menunjukkan PSK mencapai angka yang sangat mencengagkan sekitar 190-270 juta dengan pelanggan 7-10 juta (GP Anshar, 21 september 2008)
Mereka juga menuntut hak politik mereka diakui. Buktinya hasil MUNAS PSK di Kerawang berupa presure politik, yang direkomendasikan kepada pemerintah pusat dan daerah mengenai anggaran yang terlalu sedikit untuk penanganan penyakit Seksual Menular yaitu HIV/ AIDS. Padahal sebenarnya penyakit tersebut penyebab utamanya adalah pekerjaan mereka yaitu seks bebas.
Munas PSK tidak akan mungkin terjadi jika negara sejak awal menerapkan seluruh hukum Islam termasuk menetapkan peraturan haramnya pelacuran dan membersihkannya dari bumi Indonesia. Disamping itu karena longgarnya pemerintah terhadap perzinahan tersebut sehingga disadari atau tidak memberi angin segar bagi para pelacur.
Terlebih lagi penggunaan bahasa Indonesia yang tidak tepat untuk PSK (pekerja seks komersial) juga ikut memberi andil. Penyebutan pelacur sebagai pekerja merupakan perlakuan yang lunak dan sopan terhadap pelaku kemaksiatan. Dampaknya seakan-akan memberi toleransi terhadap kemaksiatan mereka. Padahal jelas bahwa yang dimaksud bekerja dalam pandangan Islam adalah bekerja yang halal, sehingga bekerja yang haram semisal mencuri dan berzina tidak bisa dikatagorikan bekerja. Karenanya sebutan yang tepat bukan PSK tetapi pezina atau pelacur. Dan Islam secara tegas mengharamkan perzinahan/pelacuran. Sebagaiman firman Allah:
وَلا تَقرَبُوا الزِّنىٰ ۖ إِنَّهُ كانَ فٰحِشَةً وَساءَ سَبيلًا
Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (TQS. Al Isra[17]; 32)
Peran Negara
Negara punya tanggung jawab untuk melindungi masyarakat dari berbagai kerusakan dan kemaksiatan dengan cara menerapkan seluruh hukum Islam baik melaksanakan perbuatan yang diperintahkan oleh Allah maupun meninggalkan larangan-Nya. Meninggalkan larangan melacur/berzina tidak bisa hanya dilakukan oleh individu atau jama’ah sekalipun dengan cara menggerebek dan merazia. Berapa kali penggerebekan dilakukan oleh ormas Islam tidak membuahkan hasil yang yang maksimal. Hal ini karena ada porsi hukum yang harus diperankan oleh pemerintah dan tidak bisa digantikan oleh jama’ah apalagi individu.
Peraturan yang harus diterapkan oleh negara meliputi menetapkan peraturan-peraturan yang berkaitan dengan zina, sosialisasi peraturan tersebut dan memberi sanksi bagi yang melanggarnya.
Negara berkewajiban menetapkan peraturan/undang-undang tentang haramnya berzina dan yang memberi peluang perzinanan antara lain haramya berkholwat (berdua-dua an) laki-laki dan perempuan, ikhtilath (campur baur) antara laki-laki dan perempuan, wajib menutup aurat dan haramya laki-laki dan perempuan untuk melakukan perbuatan yang dapat membahayakan akhlak atau mengundang kerusakan di tengah-tengah masyarakat.
Sebagai kepala Negara, Rasulullah pernah menegaskan haramnya pelacuran dan membersihkan Daulah Islam di Madinah dari pelacuran dengan cara membatalkan perkawinan jaman jahiliyah yang identik dengan pelacuran. Sabda Rasulullah sbb:
Pernikahan pada jaman jahiliyah ada 4 macam (1) Pernikahan yang biasa dilakukan orang-orang di zaman sekarang, yaitu seorang lelaki melamar kepada seseorang untuk mengawini wanita yang ada dalam perwaliannya atau anak perempuannya, lalu ia memberi mahar kepada wanita itu dan mengawininya. Jenis nikah lainnyanya(2) ialah seorang lelaki mengatakan kepada isterinya manakala isterinya baru sduci dari haidh: ”Pergilah kepada si Fulan, serahkanlah dirimu kepadanya.” Setelah itu suaminya tidak mencampurinya lagi hingga nampak isterinya hamil, maka ia mencampurinya kembali jika ia menghendakinya. Ia melakukan yang demikian tiada lain karena mengharapkan punya anak yang cerdas (pintar); hal ini dinamakan nikah istibdla’. Jenis nikah lainnya lagi(3) ialah sekelompok kaum lelaki yang jumlahnya dibawah 10 orang, semuanya mencampuri seorang wanita, masing-masing dari mereka menggaulinya. Apabila wanita itu mengandung dan melahirkan bayi, lalu selang beberapa malam kemudian ia mengirimkan utusan untuk memanggil mereka semuanya, tiada seorang lelakipun yang terlihat menolak undangannya, akhirnya mereka semua berkumpul di tempat wanita itu. Kemudian wanita itu mengatakan kepada mereka , ”Sesungguhnya kalian semua telah mengetahui apa yang telah kalian lakukan (terhadap diriku), sekarang aku telah melahirkan bayi, dia adalah anakmu hai Fulan ”. Wanita itu menghubungkan nasab bayi itu dengannya, dan lelaki yang bersangkutan tidak dapat menolaknya lagi. Sedangkan nikah yang ke (4) orang-orang banyak yang berkumpul lalu mereka menggauli seorang wanita (secara bergantian), wanita itu tidak menolak setiap laki-laki yang datang kepadanya. Wanita seperti itu adalah pelacur, mereka memasang bendera –bendera di depan pintu sebagai pertanda. Maka barangsiapa menghendaki mereka boleh menggaulinya, dan apabila salah seorang dari pelacur itu mengandung lalu melahirkan bayi, maka mereka dikumpulkan di hadapan wanita itu. Kemudian mereka memanggil seorang qaafah (juru tebak), lalu dia menisbahkan bayi itu kepada orang yang dianggap mirip oleh juru tebak anak tersebut. Pada akhirnya anak itu dikaitkan pada lelaki itu dan disebut sebagai anaknya. Lelaki bersangkutan tidak dapat menolak hal itu. Ketika Nabi Muhammad diutus dengan membawa kebenaran, maka beliau melenyapkan semua nikah jahiliyah, kecuali nikah yang dilakukan orang-orang sekarang ini. (HR Bukhari dan Abu Dawud)
Agar peraturan dilaksanakan, maka negara harus menfasilitasi/ menjamin pelaksanaan aturan tersebut dan memberi sanksi bagi yang melanggarnya. Sanksi harus berfungsi untuk mencegah (zawajir) bagi masyarakat agar tidak berzina dan juga berfungsi sebagai penebus dosa (jawabir) atau membuat jerah/’kapok’ bagi pelaku zinah.
Sanksi lokalisasi dan razia terbukti tidak efektif karena tidak membuat pelacur jerah bahkan semakin hari semakin banyak jumlahnya. Dengan demikian hanya sanksi yang sesuai dengan syariat Islam saja yang bisa sebagai solusi masalah bukan lokalisasi atau yang lain. Hal ini terbukti dimasa Rasulullah sangat sedikit orang yang melakukan zina.
Sanksi bagi pelaku zina menurut pandangan Islam
a. Bagi pezina yang belum menikah, maka wajib didera 100 kali cambukan, dan boleh diasingkan selama satu tahun.
firman Allah:
الزّانِيَةُ وَالزّانى فَاجلِدوا كُلَّ وٰحِدٍ مِنهُما مِا۟ئَةَ جَلدَةٍ ۖ وَلا تَأخُذكُم بِهِما رَأفَةٌ فى دينِ اللَّهِ إِن كُنتُم تُؤمِنونَ بِاللَّهِ وَاليَومِ الءاخِرِ ۖ وَليَشهَد عَذابَهُما طائِفَةٌ مِنَ المُؤمِنينَ.
Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. (TQS. An Nur[24];2)
Adapun dalil tentang diasingkan selama satu tahun, berdasarkan hadits rasulullah SAW: Artinya: Dari Abu Hurairah r.a: Bahwa Rasulullah SAW menetapkan bagi orang yang berzina tetapi belum menikah diasingkan selama satu tahun, dan dikenai had kepadanya.
b. Bagi pezina yang sudah menikah maka harus dirajam hingga mati, sebagaimana sabda Rasulullah SAW:
Bahwa seorang laki-laki berzina dengan perempuan. Nabi SAW memerintahkan menjilidnya, kemudian ada khabar bahwa dia sudah menikah(muhshan) , maka Nabi SAW memerintahkan untuk merajamnya.
Untuk memberantas perzinahan, seharusnya negara tidak melokalisasi tempat pelacuran dan memungut pajak nya, akan tetapi menutupnya dan memberi hukuman bagi pezina, mucikari, germo dan organisasi yang menaunginya. Negara harus memberi sanksi dan menindak tegas para mucikari, germo dan orang yang termasuk memfasilitasi orang lain untuk berzina dengan sarana apapun dan dengan cara apapun, baik dengan dirinya sendiri maupun orang lain, tetap akan dikenakan sanksi. Sanksi bagi mereka menurut pandangan Islam adalah penjara 5 tahun dan dijilid. Jika orang tersebut suami atau mahramnya, maka sanksi diperberat menjadi 10 tahun.
Sedangkan jika germo, mucikari serta fasilitator perzinahan sudah meningkatkan aktifitasnya sampai mendirikan sebuah organisasi untuk mengayomi dan mengorganisir aktifitas perzinanahannya maka Negara harus membubarkan organisasi pelindung perzinahan tersebut dan menghukum mati para pendiri, ketua dan pengurus organisasinya.
Peran Masyarakat
Terlaksananya hukum dalam suatu negara, tidak terlepas dari peran masyarakat yang senantiasa memelihara hukum tersebut dengan cara mempelajari dan mengajarkan ke anggota masyarakat yang lain serta beramar ma’ruf nahi munkar. Amar ma’ruf nahi munkar kepada penguasa dengan cara mengoreksi kepada penguasa apabila lengah tidak menetapkan hukum dan melaksanakannya sesuai dengan ketetapan Syariat Islam. Dan masyarakat juga menjaganya dengan senantiasa beramar ma’ruf nahi munkar sesama anggota masyarakat. Kewajiban amar ma’ruf nahi munkar sesuai dengan firman Allah:
وَلتَكُن مِنكُم أُمَّةٌ يَدعونَ إِلَى الخَيرِ وَيَأمُرونَ بِالمَعروفِ وَيَنهَونَ عَنِ المُنكَرِ ۚ وَأُولٰئِكَ هُمُ المُفلِحونَ ﴿١٠٤﴾
Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang munkar[217]; merekalah orang-orang yang beruntung. (TQS ali Imran; 104)
Dan juga terdapat pada sabda Rasulullah :
Artinya: Demi Dzat yang jiwaku dalam genggaman-Nya, hendaklah kalian benar-benar menyuruh kepada yang ma’ruf serta mencegah dari perbuatan yang munkar atau (kalau tidak) Allah akan benar-benar memberikan siksa untuk kalian dari sisi-Nya kemudian kalian berdo’a dengan sungguh-sungguh kepada-Nya, tapi Dia tidak mengabulkan do’a kalian.”( HR. Ahmad dan Tirmidzi)
Amar ma’ruf nahi munkar harus menjadi kewajiban yang men-tradisi pada masyarakat Islam. Mereka harus menyadari bahaya kerusakan yang mengancamnya, pada saat sebagian dari anggota masyarakat melakukan perzinahan. Bahaya itu antara lain: kerusakan akhlak generasi, perceraian, semakin menyebarnya narkoba dan menyebarnya penyakit seks bebas semisal HIV/ AIDS. Disamping itu membiarkan perzinahan merajalela berarti mengundang siksa Allah. Sabda Rasulullah SAW:
Idza dhahara azzina wa arriba fi qoryatin, faqad ahalluu bi anfusihim adzaballohi
Artinya: Jika zina dan riba sudah menyebar disuatu kampung, maka sesungguhnya mereka telah menghalakan azab Allah atas diri mereka sendiri (HR al Hakim, al Baihaqi dan athabrani)
Masyarakat harus memahami betul bahwa jika mereka tidak mencegah kemungkaran. Hal ini menyebabkan siksa Allah yang tidak hanya menimpa orang yang melakukan maksiat tapi menimpa seluruh anggota masyarakat baik yang shaleh maupun yang bermaksiat.
”Sesungguhnya Allah tidak akan mengadzab masyarakat secara umum karena tindakan orang-orang (pemimpin) tertentu. Tetapi apabila mereka melihat kemungkaran (penyimpangan dari syariat) di sekelilingnya dan tidak mencegahnya, maka jika mereka melakukan hal demikian Allah pasti menurunkan adzab kepada para pemimpin dan masyarakat umum secara keseluruhan”. ( HR Imam Ahmad dari Adhi bin Umarah).
Disamping itu negara juga harus membudayakan kewajiban amar ma’ruf. Caranya adalah pertama, menetapkan undang-undang tentang kewajiban amar ma’ruf nahi munkar. Kedua, mensosialisasikan undang-undang tersebut. Dan ketiga, memberi sanksi apabila ada warga negara yang tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar.
Di dalam buku ”sistem Sanksi dalam Islam” menyebutkan sanksi bagi warga negara yang tidak melakukan amar ma’ruf nahi munkar sebagai berikut:
” Setiap orang yang melihat seseorang melakukan suatu kemungkaran dari kemunkaran-kemunkaran dengan terang-terangan di tempat umum, sementara ia mampu untuk menghentikannya dari kemunkaran tersebut—tanpa membahayakan jiwanya, atau menyebabkan bahaya bagi orang lain—namun dia tidak menghentikan (dengan aktivitas penghentian) yang cukup untuk mencegah kemunkaran tersebut, atau membiarkan kemunkaran tersebut, maka kepadanya akan dikenakan sanksi jilid dan penjara sampai 6 bulan”.
Daftar Literatur
1. Abdurrahman al Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002
2. Yusuf an Nabhani, Fafhul Kabir, Jilid I
3. Sayyod Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung, al Ma’arif, bab perkawinan
4. Al Qur’an dan Terjemah Depag RI
5. Koran Pikiran Rakyat, 5 oktober 2009
Sayyod Sabiq, Fikih Sunnah, Bandung, al Ma’arif, bab perkawinan.
Abdurrahman al Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm. 30-32
Abdurrahman al Maliki, Sistem Saksi dalam Islam, Bogor, Pustaka Tariqul Izzah, 2002, hlm.31
Ibid, hlm.286
Ibid, hlm.304
[217] Ma’ruf: segala perbuatan yang mendekatkan kita kepada Allah; sedangkan munkar ialah segala perbuatan yang menjauhkan kita dari pada-Nya.
Yusuf an Nabhani, Fafhul Kabir, Jilid I, hlm.132.
Read more...
Saturday, October 17, 2009
Munas PSK
Sunday, October 11, 2009
Adian Husaini Bicara Makna Gempa Sumatera
Segala puji milik Allah SWT. Apsiscom kembali update setelah mudik lebaran ke sumatera. Baru 2 hari sepulangnya dari sumatera, gempa kembali mengguncang dengan dahsyat 7,6 Skala Richter dan memakan ribuan korban jiwa. Berikut ini sebagai bahan renungan bagi kita mengapa bencana datang silih berganti seakan sambung menyambung.
Adian Husaini bicara makna gempa sumatera
Oleh: Dr. Adian Husaini
Bumi Indonesia, negeri kita, lagi-lagi dihantam gempa. Kali ini, 30 September 2009, wilayah Sumatra Barat, khususnya kota Padang dan Pariaman menerima pukulan berat. Bumi digoncang keras dengan gempa berkekuatan 7,6 skala Richter. Hampir semua gedung bertingkat di Kota Padang runtuh atau rusak berat. Ratusan orang tertimbun dalam reruntuhan gedung. Ratusan lainnya tertimbun tanah. Bahkan ada puluhan anak yang sedang belajar di satu gedung bimbingan belajar tertimbun reruntuhan bangunan.
Mengapa semua ini terjadi? Mengapa peristiwa ini menimpa bumi Minang yang terkenal dengan semboyan ”Adat bersendi syara’ dan syara’ bersendi Kitabullah”. Dan Mengapa ini terjadi? Padahal, baru sebulan lalu, pada awal September 2009, tepat di awal-awal Ramadhan 1430 Hijriah, wilayah kita lain, Jawa Barat bagian selatan, dihantam gempa serupa. Hanya saja, karena lokasi pusat gempa yang jauh dari daerah pemukiman, maka dampaknya tidak sedahsyat gempa di Sumatra kali ini. Namun, waktu itu, gempa sempat membuat panik warga ibu kota Jakarta. Banyak gedung bertingkat sudah bergoyang dan penghuninya berhamburan.
Seperti biasa, setiap terjadi gempa, para ilmuwan selalu menjelaskan, bahwa gempa terjadi karena bergeser atau pecahnya lempengan tertentu di bumi. Bagi orang sekular, gempa dianggap sebagai peristiwa alam biasa. Tidak ada hubungannya dengan aspek Ketuhanan. Tapi, sebaliknya, orang mukmin yakin benar bahwa gempa ini bukan sekedar peristiwa alam biasa. Hubungan kausalitas tidaklah bersifat pasti, tetapi tergantung kepada kehendak (Iradah) Allah. Api yang mestinya membakar tubuh Nabi Ibrahim, bisa kehilangan daya bakarnya, karena kehendak Allah. Biasanya, dalam berbagai bencana muncul berbagai ”keajaiban” yang di luar jangkauan manusia.
Allah SWT menjelaskan dalam al-Quran (yang artinya):
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri, (yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. dan barangsiapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) Maka Sesungguhnya Allah Dia-lah yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji.” (QS Al-Hadid:22-24)
Sebuah ayat al-Quran juga menjelaskan terjadinya peristiwa semacam gempa bumi di masa lalu, (yang artinya): "Orang-orang sebelum mereka telah melakukan makar kepada Allah, maka Allah menghancurkan bangunan-bangunan mereka dari pondasi-pondasinya, dan Allah menjatuhkan atap-atap (bangunan) dari atas mereka, dan Allah menurunkan azab dari arah yang tidak mereka perkirakan.” (QS an-Nahl: 26).
Entah rahasia apa yang terkandung dalam Gempa Sumatra kali ini. Setiap musibah mengandung banyak makna. Akal kita terlalu terbatas untuk memahami hakekat segala sesuatu dalam kehidupan. Kita tidak mudah paham, mengapa dalam gempa kali ini, begitu banyak anak-anak yang tertimbun reruntuhan gedung. Anak-anak itu sedang belajar. Bukan sedang bermaksiat. Hikmah apa yang terkandung dalam peristiwa semacam ini? Tidak mudah memahami semua itu, sebagaimana juga Nabi Musa a.s. sangat sulit memahami berbagai tindakan Chaidir a.s.
Memang, suatu musibah bisa bermakna sebagai hukuman Allah bagi orang-orang yang berdosa. Musibah juga bisa bermakna ujian bagi orang-orang yang beriman. Musibah pun bermakna peringatan Allah bagi orang-orang yang selamat. Kita yang selamat dari musibah, sejatinya sedang diberi peringatan oleh Allah, agar kita segera ingat kepada Allah, agar segera melakukan evaluasi dan segera melakukan perbaikan diri. Biasanya, manusia memang cenderung mendekat kepada Allah ketika berada dalam bahaya. Kita biasanya berdoa dengan tulus ikhlas ketika pesawat yang kita tumpangi dalam kondisi yang sangat mengkhawatirkan. Ketika itu kita berjanji, berdoa dengan tulus, bahwa kalau kita selamat, maka kita akan berbuat baik di dunia. Tapi, ketika pesawat mendarat dengan selamat, maka biasanya manusia kembali melupakan Allah dan sibuk dengan urusan dunia. Sejumlah ayat al-Quran menggambarkan sifat manusia kebanyakan semacam itu:
”Dialah (Allah) yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan; sehingga ketika kamu berada di dalam bahtera, lalu meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, maka datanglah angin badai; dan ketika gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka tengah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan keta’atan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): ”Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur.”
Maka, tatakala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi, tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu; lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.” (QS Yunus: 22-23).
Bagi saudara-saudara kita yang terkena musibah, Insyaallah ini adalah ujian bagi mereka. Jika mereka sabar, maka pahala besarlah bagi mereka. Ujian adalah bagian dari kehidupan orang mukmin, baik ujian senang maupun ujian susah. Manusia selalu diuji imannya. Dengan ujian itulah, maka tampak, siapa yang imannya benar dan siapa yang imannya dusta.
”Apakah manusia menyangka b ahwa mereka akan dibiarkan mengatakan ”Kami beriman”, sedangkan mereka tidak diuji? Dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang dusta.” (QS al-Ankabut: 2-3).
Lihatlah di dunia ini! Ada orang-orang yang diuji oleh Allah dengan segala macam kekurangan. Ada yang diuji dengan kecacatan, kebodohan, dan kemiskinan. Ada yang diuji dengan harta melimpah, kecerdasan, dan kecantikan. Ada yang diuji dengan musibah demi musibah. Semua itu adalah ujian dari Allah. Hidup di dunia ini adalah menempuh ujian demi ujian. Jika kita lulus, maka kita akan selamat di akhirat. Karena itu, apa pun hakekat dari musibah gempa Sumatra kali ini, maka mudah-mudahan ujian itu mampu mendorong saudara-saudara kita di sana untuk semakin mendekatkan diri kepada Allah dan semakin aktif berdakwah memberantas segala bentuk kemunkaran yang mendatangkan kemurkaan Allah. Kita diingatkan, bahwa manusia mudah lupa. Sampai beberapa hari setelah musibah, biasanya masjid-masjid masih dipenuhi jamaah. Tapi, setahun berlalu, biasanya manusia sudah kembali melupakan Allah dan lebih sibuk pada urusan duniawi.
Bagi yang meninggal dalam musibah, kita doakan, semoga mereka diterima Allah dengan baik; amal-amalnya diterima, dan dosa-dosanya diampuni. Musibah tidak pandang bulu. Manusia yang baik dan buruk juga bisa terkena. Allah SWT sudah mengingatkan, “Dan takutlah kepada fitnah (bencana, penderitaan, ujian) yang tidak hanya menimpa orang-orang yang zalim saja diantara kamu. Dan ketahuilah, Allah sangat keras siksanya.” (QS an-Anfal:25).
Kita yang selamat baiknya segera menyadari, bahwa di mana pun kita berada, kematian akan selalu mengintai. Dalam surat an-Nahl:26, kita diingatkan, bahwa hukuman Allah ditimpakan kepada umat manusia, karena melakukan makar kepada Allah. Mereka berani menentang Allah secara terbuka, secara terang-terangan. Kita tidak perlu ikut-ikutan tindakan makar kepada Allah yang dilakukan sebagian orang. Misalnya, Allah jelas-jelas menghalalkan pernikahan dan mengharamkan zina. Tetapi yang kita saksikan, di negeri kita, ada orang nikah malah masuk penjara dan para pelaku zina tidak mendapatkan sanksi apa-apa. Bahkan, di negeri yang harusnya menjunjung tinggi paham Tauhid (Ketuhanan Yang Maha Esa) ini, sejumlah media massa berani menghujat hukum-hukum Allah secara terbuka. Padahal, yang berhak menentukan halal dan haram adalah Allah. Adalah tindakan yang tidak beradab jika maanusia berani merampas hak Allah tersebut.
Kita menyaksikan, bagaimana sekelompok orang – dengan alasan kebebasan berekspresi (freedom od expression) -- dengan terang-terangan menantang aturan Allah dalam soal pakaian. Mereka menyerukan kebebasan. Mereka pikir, tubuh mereka adalah milik mutlak mereka sendiri, sehingga mereka menolak segala aturan tentang pakaian. Bukankah tindakan itu sama saja dengan menantang Allah: ”Wahai Allah, jangan coba-coba mengatur-atur tubuhku! Mau aku tutup atau aku buka, tidak ada urusan dengan Engkau. Ini urusanku sendiri. Ini tubuh-tubuhku sendiri! Aku yang berhak mengatur. Bukan Engkau!” Memang, menurut Prof. Naquib al-Attas, ciri utama dari peradaban Barat adalah ”Manusia dituhankan dan Tuhan dimanusiakan!” ((Man is deified and Deity humanised). Manusia merasa berhak menjadi tuhan dan mengatur dirinya sendiri. Persetan dengan segala aturan Tuhan!
Para ulama sering menyerukan agar tayangan-tayangan di TV yang merusak akhlak dihentikan. Banyak laki-laki yang berpakaian dan berperilaku seperti wanita. Padahal itu jelas-jelas dilaknat oleh Rasulullah saw. Tapi, peringatan Rasulullah saw yang disampaikan para ulama itu diabaikan, bahkan dilecehkan. Kaum wanita yang tercekoki paham kesetaraan gender didorong untuk semakin berani menentang suami, menolak kepemimpinan laki-laki dalam rumah tangga, dan menganggap wanita sama sederajat dengan laki-laki. Bahkan, di zaman seperti sekarang ini, ada sejumlah dosen agama yang secara terang-terangan berani menghalalkan perkawinan sesama jenis. Manusia seperti ini bahkan dihormati, diangkat sebagai cendekiawan, disanjung-sanjung, diundang seminar ke sana kemari, diberi kesempatan menjadi dosen agama. Jika manusia telah durhaka secara terbuka kepada Allah, maka Sang Pencipta tentu mempunyai kebijakan sendiri. Rasulullah SAW bersabda: "Apabila perzinaan dan riba telah melanda suatu negeri, maka penduduk negeri itu telah menghalalkan turunnya azab Allah atas mereka sendiri". (HR Thabrani dan Al Hakim).
Dalam soal homoseksual, Allah sudah memperingatkan:
“Dan (ingatlah) ketika Luth berkata pepada kaumnya: "Sesungguhnya kamu benar-benar mengerjakan perbuatan yang Amat keji yang belum pernah dikerjakan oleh seorangpun dari umat-umat sebelum kamu". (QS al-Ankabut:28).
Rasulullah saw juga memperingatkan:
“Barangsiapa yang kalian dapati sedang melakukan perbuatan kaum Luth (homoseksual) maka bunuhlah pelaku dan pasangannya.” (HR Ahmad).
Pada setiap zaman, manusia selalu terbelah sikapnya dalam menyikapi kebenaran. Ada yang menjadi pendukung kebenaran dan ada pendukung kebatilan. Yang ironis, di era kebebasan sekarang ini, ada orang-orang yang sebenarnya tidak memahami persoalan dengan baik, ikut-ikutan bicara. Pada 29 September 2009 lalu, dalam perjalanan kembali ke Jakarta, di tengah malam, saya mendengarkan pro-kontra masyarakat tentang rencana kedatangan seorang artis porno dari Jepang ke Indonesia. Si artis itu kabarnya akan main film di Indonesia. Yang ajaib, banyak sekali pendengar radio tersebut yang menyatakan dukungannya terhadap kedatangan artis porno tersebut. Kata mereka tidak ada alasan untuk melarangnya, karena dia bukaan teroris. Suara MUI yang keberatan dengan rencana kedatangan artis tersebut, menjadi bahan ejekan. Sungguh begitu sukses setan dalam menipu manusia, sehingga perbuatan-perbuatan bejat dipandang indah; sebaliknya perbuatan baik malah dipandang jahat.
”Demi Allah, sesungguhnya Kami telah mengutus rasul-rasul Kami kepada umat-umat sebelum kamu, tetapi setan menjadikan umat-umat itu memandang baik perbuatan mereka (yang buruk), maka setan menjadi pemimpin mereka di hari itu dan bagi mereka azab yang sangat pedih.” (QS an-Nahl: 63).
Mudah-mudahan segala macam musibah yang menimpa kita dan saudara-saudara kita mampu melecut kita semua untuk sadar diri dan mengenali mana yang baik dan mana yang buruk. Allah SWT senantiasa membukakan pintu taubat-Nya untuk kita semua. Dunia ini hanyalah kehidupan yang penuh dengan tipuan dan ujian. Akhirat adalah kehidupan yang sebenarnya. Banyak manusia meratapi bencana fisik, tapi mengabaikan bencana iman berupa meluasnya kekufuran. Kita wajib menolong saudara-saudara kita yang tertimpa musibah, semampu kita. Pada saat yang sama, kita berdoa, mudah-mudahan Allah masih mengasihani kita semua, menunda azab atau hukumannya, dan memberikan kesempatan kepada kita untuk berbenah dan memperbaiki diri. Amin.
Tuesday, September 15, 2009
Nikmat Jiwa Di Bulan Ramadhan
Ada satu makna sederhana yang dapat kita ambil ibrahnya dari bulan Ramadhan ini. Hikmah tersebut adalah kenikmatan menahan dan mengelola hawa nafsu ternyata membuahkan kenikmatan ruhani. Yang menjadi suplemen inti kenikmatan jasmani sehingga membuat siapapun merasakan kenikmatan saat memakan hidangan ta'jil. meski dengan beberapa butir kurma dan segelas air putih.
Cobalah bayangkan seandainya kita tidak sedang shaum, segelas air minum dan butiran kurma itu tidaklah akan menjadi hidangan istimewa meskipun di tempatkan sebagai menu menyambut adzan maghrib. Jika sejak pagi kita makan bubur ayam, siangnya rutin lunch bareng temen, sorenya ngemil, apakah akan hadir kelezatan ifthar itu ketika adzan maghrib berkumandang?. Keadaan yang sama dapat kita temukan saat bersahur. Dini hari merupakan waktu yang sangat tidak wajar bagi orang dengan rutinitas normal untuk menyantap makanan sebagai bekal nutrisi untuk siang harinya. saat sahur itu, kadang meski dihidangkan menu makanan yang istimewa, tetaplah selera makan kita tidak sebesar makan siang atau saat lapar. Kesimpulannya, jikalau tidak ada perintah dan penyebutan keutamaan sahur oleh baginda Nabi saw, tentu banyak orang akan meninggalkan sahur ini meski siang harinya berniat shaum.
Rutinitas pokok orang bershaum di bulan ramadhan ini sepertinya memang mau tak mau selalu membuahkan kegembiraan pada para pelakunya, kaum muslimin. seberapapun kadar iman mereka. saya yakin akan hal ini karena, ramadhan selalu dihitung hari demi harinya. setidaknya para penceramah tarawih begitu rajin menghitung hari Ramadhan. Memang para shalihin begitu sedih ketika mereka tersadar akan semakin dekatnya momen perpisahan dengan bulan tercinta ini, terlebih di sepuluh hari terakhir. tapi bolehlah kita menghargai siapapun yang merasa gembira karena telah lulus dan sukses mentaati perintah Rabbnya dalam menjalankan sebulan penuh ibadah Ramadhan. Letihnya bershaum, lama-lama berbertarawih, serta manahan dari segala amarah dan keinginan maksiat. Terlebih sebagaimana dikutip sedikit di atas, bahwa irama aktivitas hidup dan pola makan - yang sejatinya merupakan salah satu kegiatan pokok untuk bertahan dan menghiasi hidup - berubah total. jikalau Ramadhan dianggap terapi, maka terapi masal tersebut sangat efektif merubah kebiasaan beserta nuansa hati milyaran kaum muslimin sedunia.
Sebuah benang merah yang seringkali kasat mata, tentang keajaiban pengendalian nafsu yang berbuah kelezatan jiwa. Makna yang tidak begitu rumit untuk ditemukan oleh siapapun yang mau bertafakur. terlebih saat makna itu dikontradiksikan dengan dengan perilaku sebagian besar manusia si zaman ini. Perilaku mengumbar nafsu dan syahwat dengan asa untuk mengejar haus bahagia. Itupun jikalau kita mau mematuhi konsensus terhadap pernyataan bahwa kebahagiaan itu letaknya ada di jiwa. bukan pada benda dan kepemilikan.
Marilah sedikit mencuplik contoh diri sebelum kita menilai orang lain. Karena kitalah peran utama dalam episode kehidupan dan kitalah yang akan bertanggung jawab nanti. Adakalanya, kita memakan apapun yang memuaskan selera lidah kita, tanpa perduli perut yang penuh mengembung. melupakan kaum fakir miskin yang lapar.dan melalaikan infak dari sebagian harta padahal tak peduli seberapa mahal dan seringnya jajan untuk nafsu makan kita. Bayangkanlah, saat kita terpesona dengan model pakaian atau perangkat elektronik yang menyedit perhatian untuk kita segera memilikinya dalam genggaman. Lalu kitapun memaksakan diri baik dalam kondisi lapang maupun sedikit uang. kadang tidak peduli tentang bertumpuknya pakaian kita yang masih indah dan layak pakai di lemari. Juga sebenarnya masih terpenuhinya fungsi kebutuhan barang elektronik kita dengan baik.
Nafsu memang tidak berujung. mengikutinya seperti meminum air laut. semakin banyak semakin haus. padahal ujung kehidupan adalah kematian. Alangkah malangnya jika hidup diisi oleh aktivitas yang memburu kepuasan nafsu semata. tidak sempat merasakan kenikmatan ruhani yang substansial dan lebih dahsyat ekstasinya. padhaal kenikmatan dari mengikuti nafsu itu sesaat. nikmatnya makan hanya sepanjang lidah, nikmatnya memiliki barang tidak sampai beberapa minggu atau hitungan bulan. setelah itu si nafsu akan menagih lagi...lagi...dan lagi..menjerat dan mengacak fitrah hingga lupa beribadah. lebih menakutkan jika kita menuhankan nafsu. ibadahpun hanya formalitas. berdoapun ujung-ujungnya agar nafsu syahwat terpuaskan. sehingga tenggalamlah dalam lingkaran setan.
Berhasilkan kita memenej nafsu sesuai tuntunan Islam di bulan ini ? Ayo kita tengok dapur dan kulkas kita. agenda belanja dan jalan-jalan kita. Bolehlah untuk membandingkan dengan anggaran infaq, shadaqah, silaturahim, dan mencari ilmu. Dapat terlihat kesungguhan iman kita untuk memasuki pintu syurga yang telah Allah buka. Dan Jika tidak pandai mengelola nafsu secara istiqomah, niscaya ramadhan tidak lebih dari momentum untuk memanjakan nafsu semata.
Di bulan ramdhan ini, marilah kita mengambil sebuah konsep. Yaitu kebahagiaan tidaklah terletak pada pemuasan nafsu. tapi janganlah pura-pura tidak bernafsu, atau berusaha menghilangkannya. karena nafsu tidaklah dapat dibunuh. lalu bagaimana dong? daripada berteori, marilah kita langsung terjun menjiwai contohnya. yaitu ada pada bulan ramadhan ini. sebuah model aplikatif yang menggugah kesadaran dan memecut jiwa kita. karena tersadar di luar ramadhan seringkali kita menjadi budak nafsu. terobsesi pada jenis-jenis makanan, hiburan, kebendaan, pujian, dan macam-macam.
Oleh karena itulah, seawam apapun orang tentang agama. Dia layak dan memang telah merasakan kenikmatan jiwa bulan ramadhan. Minimal saat berbuka dan ber-Idul Fitri. Hari yang dinobatkan oleh nabi sendiri sebagai hari rayanya kaum muslimin.Di sini kaum muslimin mempertajam rasa syukurnya. Dan mudah-mudahan kita semua dapat mengaplikasikan makna sederhana ramadhan dalam 11 bulan mendatang insya Allah. agar berhak kita mendapatkan kenikmatan kedua di akhirat nanti, yaitu saat jumpa dengan Allah SWT.
Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya,maka sesungguhnya syurgalah tempat tinggal(nya) (An- Naazi'aat : 40-41)Sumber HTI.
Tuesday, September 8, 2009
Menyambut Hidangan Allah Dalam Ramadhan
Hidangan dari Allah ini, ibaratkan makanan merupakan yang paling lengkap kandungan gizinya, dan obat yang paling mujarab dan berkhasiat. Namun, hidangan yang begitu sempurnanya ini kurang diminati, dan disia-siakan. Mungkin, inilah keadaan yang sangat dikhawatirkan oleh Rasulullah SAW.: “Berkatalah Rasul: ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al Qur’an ini suatu yang disia-siakan’.” (QS. Al-Furqan: 30).
Manusia beragam dalam menyia-nyiakan hidangan dari Allah ini, sesuai keadaan masing-masing. Dalam hal ini, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berkata: “Seseorang dikatakan menyia-nyiakan al-Qur’an jika ia tidak mau membacanya. Seseorang yang sudah terbiasa membacanya masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia tidak mau memahami kandungannya. Dan seseorang yang sudah terbiasa membacanya dan telah memahami kandungannya juga masih dikatakan menyia-nyiakannya jika ia belum mengamalkannya.”
Setiap manusia tentu ingin hidup bahagia jauh dari bencana. Namun, apabila yang ia makan adalah makanan yang kurang baik dan tidak bergizi, serta kehalalannya tidak jelas lagi, maka jangan berharap akan hidup sehat yang membahagiakannya, justru yang terjadi malah sakit-sakitan. Tentu dalam keadaan yang demikian, dapat dibayangkan, pasti hidupnya menderita dan sengsara, sehingga hidupnya terasa sempit.
Allah SWT. berfirman: “Dan barangsiapa berpaling dari peringatan-Ku, maka sesungguhnya baginya penghidupan yang sempit.” (QS. Thaha: 124). Dalam tafsir al-Qurthubi dikatakan ‘berpaling dari peringatan-Ku’, yakni berpaling dari agama-Ku, dari membaca kitab-Ku dan dari mengamalkan isinya.
Bulan Ramadhan merupakan momentum untuk mulai mencicipi dan menikmati hidangan dari Allah, sebab di bulan inilah hidangan itu diturunkan, yakni di bulan ini mulailah membiasakan diri membaca Al-Qur’an, memahami kandungannya dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Sehingga hidup sehat bukan sekedar impian tapi kenyataan. Sebab, selezat apapun makanan itu jika kita tidak memakannya, maka kita tidak akan pernah merasakan kenikmatannya. Wallahu a’lam bish-shawab. [Muhammad Bajuri]
Tuesday, August 25, 2009
Mengapa Dakwah Harus Diawasi?
Hal ini bersamaan dengan pernyataan Mabes Polri, 21 Agustus lalu, yang memerintahkan polisi di daerah meningkatkan upaya pencegahan terorisme, antara lain dengan mengawasi ceramah-ceramah keagamaan dan kegiatan dakwah. Jika dalam materi dakwah ditemukan ajakan bersifat provokatif dan melanggar hukum, Kadiv Humas Mabes Polri, Irjen Nanan Soekarna, mengatakan aparat akan mengambil langkah tegas.
Para da’i, mubaligh, dan kathib, selamanya yang disampaikan bersifat nilai-nilai, yang bersumber dari Al-Qur’an dan As-Sunnah. Prinsip nilai-nilai dalam Islam, yang akan menjadi missi kehidupan setiap muslim, tak lain menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Dan, para pengemban dakwah (da’i, mubaligh, dan khatib), tidak akan keluar dari koridor itu.Mereka akan berusaha menyampaikan nilai-nilai ajaran Islam, agar setiap muslim, selalu komitment malaksanakan kehidupannya dengan menegakkan yang ma’ruf dan mencegah yang mungkar. Mengajak umat agar selalu bekerjasama dalam kebaikan dan taqwa (taawanu alal birri wattaqwa), dan tidak melakukan kerjasama untuk dosa dan permusuhan (wa laa taawanu alal ismi wal udwan). Esensi dakwah inilah yang akan selalu disampaikan oleh mereka. Karena, prinsip-prinsip inilah yang akan menjaga berlangsungnya kehidupan manusia.
Persoalannya,kebijakan polisi, yang ingin mengawasi dakwah ini, akan memberikan pembenaran, secara keseluruhan,bahwa para da’i, mubaligh, dan kathib terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang dianggap membabayakan keamanan negara. Tentu, semuanya memerlukan bukti-bukti dan fakta-fakta,yang sifatnya transparan dan jujur, bukan semata-mata yang sifatnya insuniasi.
Karena, masalah dakwah yang dikaitkan dengan aktivitas terorisme itu, dampaknya akan menimbulkan disentregrasi antara umat Islam dengan pemerintah. Karena, fihak aparat pemerintah (polisi) telah menempatkan para da’i, mubaligh, dan khatib secara tidak langsung sebagai ancaman keamanan.
Tentu, yang paling penting, seharusnya pemerintah mencari akar lahirnya terorisme.Terorisme bukan hanya tiba-tiba muncul, tanpa ada yang melatarbelakanginya. Mengapa mereka sampai melakukan tindakan yang sifatnya eksesif (berlebihan), dan dianggap melawan kemanusiaan? Dan, sesungguhnya apa yang melatarbelakanginya, sampai mereka bertindak melakukan kegiatan terror?
Kalau disimpulkan, mereka yang melakukan kegiatan terorisme itu, hanyalah merespon atas kekejaman fihak lainnya,yang lebih kejam dan biadab. Seperti yang dilakukan oleh AS terhadap Iraq, Afghanistan, Pakistan, Palestina, Somalia, dan dengan menggunakan kekuatan militernya menghancurkan rakyat di negeri-negeri muslim, tanpa batas. Tapi, tidak ada satupun fihak yang mempersoalkannya, dan menanyakan atas dasar apa, sesungguhnya AS melakukan tindakan itu?
Sangat tidak sebanding dengan apa yang dilakukan para teroris dengan kejahatan yang dilakukan AS terhadap dunia Islam.Maka, seharusnya yang harus dihilangkan, sumber munculnya terorisme itu, dan tak lain harus ada langkah-langkah menghentikan tindakan AS yang sifatnya unilateral (sepihak) melakukan kampanye perang melawan terorisme. Karena, tindakan AS itulah yang akan terus menerus menimbulkan bencana bagi kemanusiaan.
Semuanya kejahatan AS itu, dapat dilihat secara telanjang. Tapi, anehnya semua tindakan yang dilalukan AS itu sebagai tindakan yang syah dan benar. “Kami semua akan menjadi Taliban, kalau AS terus membunuhi rakyat Afghanistan”, ucap seorang penduduk di Helmand.
Klaim yang menghancurkan gedung WTC, pada tanggal 11 September 2001, sampai sekarang tidak dapat dibuktikan, bahwa itu tindakan teroris, yang didalangi Osama bin Laden. Semuanya, hanyalah asumsi dan stigma yang sudah ditempelkan kepada mereka yang dicap sebagai teroris, tapi tidak pernah dibuktikan dengan fakta-fakta,yang nyata dan dapat diuji kebenaran. Tapi, umat Islam sudah menjadi korban kampanye melalui media, sebagai teroris. Maka, hakekatnya yang sekarang dikumandangkan oleh Barat (AS), yang disebut, ‘War on Terorism’ itu, tak lain adalah ‘War on Islam’.
Islam, hakekatnya agama yang memberikan rahmat bagi sekalian alam. Tapi, tentu Islam sebagai prinsip dan nilai-nilai yang disyariatkan oleh Allah Ta’ala, tidak akan pernah membiarkan kemungkaran itu menguasai kehidupan umat. Mereka yang masih ingin melaksanakan misi kehidupannya dengan Al-Qur’an dan As-Sunnah akan selalu berusaha menegakkan misi yang dipikulnya, yaitu menegakkan yang ma’ruf dan mencegah segala yang mungkar, karena itu berlawanan dengan nilai-nilai Islam. Wallahu’alam. Sumber Eramuslim.com.
Friday, August 21, 2009
Marhaban Yaa Ramadhan
Seluruh umat Islam kini menyerukan 'Marhaban Ya Ramadhan, Marhaban Ya Ramadhan", selamat datang Ramadhan, Selamat datang Ramadhan. Di masjid-masjid, musholla, koran-koran, stasiun televisi dan radio dan berbagai mailing list, ungkapan selamat datang Ramadhan tampil dengan berbagai ekpresi yang variatif.
Setiap media telah siap dengan dengan sederet agendanya masing-masing. Ada rasa gembira, ke-khusyu'-an, harapan, semangat dan nuansa spiritualitas lainnya yang sarat makna untuk diekpresikan. Itulah Ramadhan, bulan yang tahun lalu kita lepas kepergiannya dengan linangan air mata, kini datang kembali.
Sejumlah nilai-nilai dan hikmah-hikmah yang terkandung dalam ibadah puasa pun marak dikaji dan kembangkan. Ada nilai sosial, perdamaian, kemanusiaan, semangat gotong royong, solidaritas, kebersamaan, persahabatan dan semangat prularisme. Ada pula manfaat lahiriah seperti: pemulihan kesehatan (terutama perncernaan dan metabolisme), peningkatan intelektual, kemesraan dan keharmonisan keluarga, kasih sayang, pengelolaan hawa nafsu dan penyempurnaan nilai kepribadian lainnya. Ada lagi aspek spiritualitas: puasa untuk peningkatan kecerdasan spiritual, ketaqwaan dan penjernihan hati nurani dalam berdialog dengan al-Khaliq. Semuanya adalah nilai-nilai positif yang terkandung dalam puasa yang selayaknya tidak hanya kita pahami sebagai wacana yang memenuhi intelektualitas kita, namun menuntut implementasi dan penghayatan dalam setiap aspek kehidupan kita.
Yang juga penting dalam menyambut bulan Ramadhan tentunya adalah bagaimana kita merancang langkah strategis dalam mengisinya agar mampu memproduksi nilai-nilai positif dan hikmah yang dikandungnya. Jadi, bukan hanya melulu mikir menu untuk berbuka puasa dan sahur saja. Namun, kita sangat perlu menyusun menu rohani dan ibadah kita. Kalau direnungkan, menu buka dan sahur bahkan sering lebih istemawa (baca: mewah) dibanding dengan makanan keseharian kita. Tentunya, kita harus menyusun menu ibadah di bulan suci ini dengan kualitas yang lebih baik dan daripada hari-hari biasa. Dengan begitu kita benar-benar dapat merayakan kegemilangan bulan kemenangan ini dengan lebih mumpuni.
Ramadhan adalah bulan penyemangat. Bulan yang mengisi kembali baterai jiwa setiap muslim. Ramadhan sebagai 'Shahrul Ibadah' harus kita maknai dengan semangat pengamalan ibadah yang sempurna. Ramadhan sebagai 'Shahrul Fath' (bulan kemenangan) harus kita maknai dengan memenangkan kebaikan atas segala keburukan. Ramadhan sebagai "Shahrul Huda" (bulan petunjuk) harus kita implementasikan dengan semangat mengajak kepada jalan yang benar, kepada ajaran Al-Qur'an dan ajaran Nabi Muhammad Saw. Ramadhan sebagai "Shahrus-Salam" harus kita maknai dengan mempromosikan perdamaian dan keteduhan. Ramadhan sebagai 'Shahrul-Jihad" (bulan perjuangan) harus kita realisasikan dengan perjuangan menentang kedzaliman dan ketidakadilan di muka bumi ini. Ramadhan sebagai "Shahrul Maghfirah" harus kita hiasi dengan meminta dan memberiakan ampunan.
Dengan mempersiapkan dan memprogram aktifitas kita selama bulan Ramadhan ini, insya Allah akan menghasilkan kebahagiaan. Kebahagiaan akan terasa istimewa manakala melalui perjuangan dan jerih payah. Semakin berat dan serius usaha kita meraih kabahagiaan, maka semakin nikmat kebahagiaan itu kita rasakan. Itulah yang dijelaskan dalam sebuah hadist Nabi bahwa orang yang berpuasa akan mendapatkan dua kebahagiaan.
Pertama yaitu kebahagiaan ketika ia "Ifthar" (berbuka). Ini artinya kebahagiaan yang duniawi, yang didapatkannya ketika terpenuhinya keinginan dan kebutuhan jasmani yang sebelumnya telah dikekangnya, maupun kabahagiaan rohani karena terobatinya kehausan sipritualitas dengan siraman-siraman ritualnya dan amal sholehnya.
Kedua, adalah kebahagiaan ketika bertemu dengan Tuhannya. Inilah kebahagian ukhrawi yang didapatkannya pada saat pertemuannya yang hakiki dengan al-Khaliq. Kebahagiaan yang merupakan puncak dari setiap kebahagiaan yang ada.
Akhirnya, hikmah-hikmah puasa dan keutamaan-keutaman Ramadhan di atas, dapat kita jadikan media untuk bermuhasabah dan menilai kualitas puasa kita. Hikmah-hikmah puasa dan Ramadhan yang sedemikian banyak dan mutidimensional, mengartikan bahwa ibadah puasa juga multidimensional. Begitu banyak aspek-aspek ibadah puasa yang harus diamalkan agar puasa kita benar-benar berkualitas dan mampu menghasilkan nilai-nilai positif yang dikandungnya. Seorang ulama sufi berkata "Puasa yang paling ringan adalah meninggalkan makan dan minum". Ini berarti di sana masih banyak puasa-puasa yang tidak sekedar beroleh dengan jalan makan dan minum selama sehari penuh, melainkan 'puasa' lain yang bersifat batiniah.
Semoga dengan mempersiapkan diri kita secara baik dan merencanakan aktifitas dan ibadah-ibadah dengan ihlas, serta berniat "liwajhillah wa limardlatillah", karena Allah dan karena mencari ridha Allah, kita mendapatkan kedua kebahagiaan tersebut, yaitu "sa'adatud-daarain" kebahagiaan dunia dan akherat. Semoga kita bisa mengisi Ramadhan tidak hanya dengan kuantitas harinya, namun lebih dari pada itu kita juga memperhatikan kualitas puasa kita.
Sunday, August 9, 2009
Do'a Menuju Sukses
Do’a Do'a Rasul saw
At Tirmizi meriwayatkan dari Ibnu Umar, diantara do'a yang Rasul saw. ajarkan kepada para sahabatnya adalah:
اَللًـهُمَ اَقْسِمْ لَنَا مِنْ خَشْيَتِك
مَا يَحُوْلُ بَيْنَنَا وَبَيْنَ مَعَصِيْكَ
Ya Allah, berilah kami rasa takut kepada-Mu hingga kami menjauh dari maksiat.
Ya Allah, hanya dengan rasa takut pada-Mu kami akan dapat menghindariperbuatan maksiat. Oleh karena itu tanamkanlah kedalam qolbu kami rasa takut kepada-Mu.
وَمِنْ طَاعَتِكَ مَا تُبَلِغُنَا بِهِ جَنٌتَك
Ya Allah berilah kami nikmat taat pada-Mu yang mengantarkan kami menuju surga-Mu.
Ya Allah, telah Engakau sediakan surga bagi orang orang yang Engkau cintai. Berilah kami nikmat ibadah dan taat yang mengantarkan kami mendapat cinta_Mu. Hingga Engakau masukan kami kadalam surga.
وَمِنَ الْيَقِيْنِ مَا تُهَِونُ بِهِ عَلَيُنَا
مُصِيبَاتِ الدُ نْيَا
Tanamkanlah kedalam qolbu kami keyakinan yang meringankan kami menghadapi ujian dunia.
Ya Allah, kami menyadari bahwa kehidupan dunia tidak pernah lepas dari ujian, baik ujian yang pahit ataupun yang manis. Ya Allah, tanamkanlah kedalam qolbu kami keyakinan bahwa Engakau senantiasa melihat semua perilaku kami dan Engakau maha adil dalam menghitung semua amal perbuatan kami. Ya Allah, jadikanlah semua ujian yang kami hadapi, jalan menuju kemuliaan disis-Mu.
وَمَتِعْنَا بِاَسْمَا عِناَ وَاَْبْصَارِنَا وَقُوَتِنَا
مَا اَحْيَيْتَنَا وَاجْعَلْهُ الْوَارِثَ مِناَ
Jadikanlah pendengaran, penglihatan, dan kekuatan kami kenikmatan hidup yang Engkau berikan didunia, dan jadikanlah sebagai pusaka yang kami wariskan kepada generasi penerus.
Ya Allah, Bimbinglah kami dalam menggunakan pendengaran, penglihatan, dan kekuatan untuk beramal saleh. Janganlah Engkau biarkan kami menyalah gunakan nikmat yang besar ini. Ya Allah, berilah kami kenikmatan menghayati firman-Mu, menjiwai ayat ayat-Mu, dan menggunakan semua kekuatan untuk berjuang menbela agama-Mu dengan istiqomah hingga ajal menjemput kami.Ya Allah, jadikanlah perjuangan ini sebagai warisan yang bermanfaat bagi generasi penerus kami. Bimbinglah mereka untuk melanjutkan perjuangan ini hingga Engkau kumpulkan kami dengan mereka dibawah naungan dan rahmat-Mu pada hari kiamat nanti.
وَاجْعَلْ ثَأرَناَ عَلَى مَنْ ظَلَمَنَا
Ya Allah, Arahkanlah perlawanan kami atas orang yang mendholimi kami.
Ya Allah, Enagkau penguasa semua manusia. Berilah kami bimbingan dalam menghadapi orang yang zalim. Janganlah Engkau biarkan kami salah sasaran dalam melakukan perlawanan.
وَانْصُرْناَ عَلىَ مَنْ عَادَاناَ
Tolonglah kami dalam menghadapi orang yang memusuhi kami.
Ya Allah, Engakau Maha Mengetahui siapa yang membenci agama-Mu, merusak ajaran-Mu, dan memusuhi hamba hamba-Mu. Berilah kami kekuatan iman dan semangat berjuang menghadapi mereka. Turunkanlah tentara-Mu untuk menghancurkan mereka.
وَلاتَجْعَلْ مُصِبَتَنَا فِى دِ يْنِناَ
Janganlah Engkau membiarkan kami terkena musibah dalam urusan agama kami.
Ya Allah, jika kami dihadapkan kepada musibat. Janganlah Engkau biarkan musibat itu menimpa agama kami. Ya Allah, bimbinglah kami dengan musibat itu menuju kemuliaan disisi-Mu.
وَلاتَجْعَلِ الدُ نْيا أكْبَرَ هَمِنَ
Janganlah Engkau biarkan kami sibuk dengan urusan dunia.
Ya Allah, Engakau-lah Penguasa alam semesta dan Engkau-lah Pemilik kekayaan dunia. Janganlah Engkau biarkan kami menjadi hambs dunia yang sibuk menjadi pelayannya. Janganlah Engkau biarkan kamimsibuk dengan kedudukan sesaat dan tertipu dengan kesenangan sementara. Janganlah Engkau biarkan kami terhina karena dikuasai dunia. Ya Allah, Bimbinglah kami dalam berjuang menggunakan kedudukan dan mengorbankan harta.
وَلامَبْلَغَ عِلْمِناَ
Janganlah Engkau biarkan kami merasa cukup dengan ilmu yang ada.
Ya Allah, Berilah kami yambahan ilmu agar semakin jelas dihadapan kami perbedaan antara yang hak dan yang batil. Berilah kamiilmu yang bermanfaat bagi masa depan bangsa ini. Janganlah Engkau biarkan kami keliru dalam menentukan pilihan dan langkah yang mesti kami lalui.
وَلاتُسَلِطْ عَلَيْنَا مَنْ لايَرْحَمُنَا
Dan jangnlah Engkau berikan kekuasaan kepada orang orang yang tidak menyayangi kami.